Merayakan Keseharian

a-nice’s notes (random)

##**Jumat, 17 Juli 2015., pukul 06.11 pm**##

waktu libur sudah mau habis….
Banyak kesan di waktu liburan…kunikmati semua…sepenuh hati…sepenuh jiwa…sungguh.

### I love to be me. like to be me. free to be me. proud to be who I am. who am I..? I’m ‘a-nice’… a nice… yes. that’s right. that’s me. ‘a nice’. #### terserah.

##**Minggu, 05 Juli 2015., pukul 11.08 pm**##

*****Sepertinya kadang untuk beberapa hal, otakku tak sampai berpikir ke sana… menyedihkan :(.
***** kali ini… What? Who? Why? When? Where? How?…and now… ‘So what’???

##**Selasa, 30 Juni 2015., pukul 11.18 pm**##

Terima kasih untuk setiap pengalaman yang Kau berikan untuk kucicipi. Di tiap momen walau singkat, kutahu ada Engkau bekerja di sana.
Banyak kesalahanku. Sungguh. Tak terhitung. Itu karena aku manusia. Masih manusia.

Btw, beta sayang be pu sepupu2 dong… 😀 Baru kali ini dapat kesempatan bisa bertemu muka dan berkumpul bersama sepupu2 dari pihak mama yang terserak di berbagai tempat-kalau dari pihak bapak, kami sudah sering makan tidur bangun sama2-, tapi kalo yang pihak mama baru kali ini, sebab di dua kali kesempatan berpulangnya bai dan nene’ saya pas tidak sedang berada di Kupang, sehingga ketika mereka berkumpul saya saja yang tidak di sana. Terakhir kali bertemu adalah ketika aku belum pergi kuliah dan mereka pun masih kecil2.. 😀 Tapi sekarang, ampun deh mak…kaget saya sudah pada kuliah di sana dan di sini, sudah pada kerja, dan….lagi…cantik2…ganteng2… 😀
Ah, tapi bukan cantik dan gantengnya yang mau kukenang. Bukan. Melainkan tentang keakraban kami. Ini pertama kali setelah hampir 8 tahun tak bertemu muka dan berkumpul, tapi langsung terasa ada kedekatan di antara kami. Ini kusadari penuh sebagai pekerjaan Tuhan… Dia yang berkarya di dalamnya. Soli Deo Gloria.

##**Selasa, 30 Juni 2015., pukul 09.37 am**##

Liburan sudah dua minggu berlalu dan saya hampir tak menyadari. Sejak hari pertama liburan sampai hari ini selalu berkesan. Pikirku selama liburan ini aku bakal tenang2 saja di rumah menikmati buku dan gitarku. Baca2, atau mengasah lagi permainan gitarku yang hanya begitu2 saja. Tapi ternyata apa, banyak hal dan ada2 saja acara atau kegiatan yang mau tidak mau dan memang sepatutnya aku harus membawa diriku ke sana. Syukur..semua yang kulakukan itu ada meninggalkan jejak yang berarti setidaknya. Tapi kalau ditilik2..ini semua adalah tentang keluarga.mulai dari keluarga kandung, sepupuan, kerabat dekat juga yang jauh, tetangga, sahabat, orang2 yang pernah hadir dan meninggalkan kesan di masa aku kecil, atau mereka yang dulu pernah kunamai keindahan kini muncul kembali menawarkan senyum dan gigi mereka-kalo yg ini beta mo muntah, dan masih ada banyak hal yang sungguh membuatku bersyukur bahwa yang begini2 hanya bisa didapati saat liburan.
Liburan masih tiga minggu lagi… semoga hari2nya pun masih tetap diisi dengan hal yang baik dan bermakna sehingga tidak disesali saat liburan berakhir.
{Menuju Sikumana-Bello}

##**Minggu, 28 Juni 2015., pukul 11.47 pm**##

Terima kasih untuk mereka. Terang saja, saya terharu. Kutahu.. ada Engkau yang bekerja di dalamnya. (Ziqma, malam)

##**Sabtu, 27 Juni 2015., pukul 11.07 pm**##

Di rumah duka keluarga Bien Buraen. Telah berpulang istri pendeta gereja Siloam Retraen, mama Sarah Bien Buraen. Almarhumah ini pun sebenarnya adalah mantan wali kelas saya dulu waktu kelas 1 SMP. Ia mengajar Fisika waktu aku kelas 1 SMP dan KTK waktu kelas 2 SMP. Untuk diketahui entah mungkin karena cara mengajarnya atau pembawaannya atau entah apa… nilai saya selalu bagus. Untuk Fisika saya selalu mendapat nilai mendekati sempurna di waktu kuis, ulangan, dan PR, bahkan boleh dibilang lebih banyak mendapat nilai sempurna..100. 🙂 Saya juga jadi suka pelajaran fisika waktu itu. Tapi semenjak di kelas 2 SMP dan bukan ia lagi yang mengajar, atau apakah materi pelajarannya jadi makin sulit, nilai2 saya baik kuis, ulangan, maupun PR pun jadi menurun. Berkisar 60-an sampai paling tinggi 80-an.
Di kelas 2 itu juga, saya ingat betul pelajaran KTK beberapa kali ada ulangan harian, nilai saya selalu mendapat 100. Hanya satu kali di semester 2, ada satu istilah yang saya lupa waktu ulangan harian sampai nilai saya tidak seperti biasanya. Dan itu bagi saya adalah sebuah kesedihan. Kesedihan itu pun mendorong saya nekat melakukan sesuatu yang mungkin tak terbayangkan oleh orang2… 🙂 Sungguh, mantan ibu guru yang satu ini memang sangat berkesan. Tak hanya di nilai saja. Tapi sewaktu ia menjadi wali kelasku juga.. Ada banyak cerita…
Ahh…jadi sedih. Sedih..sekalipun di sekitaran saya ada bapak2 yang bernostalgia tentang masa mudanya, tentang bapak saya yang sewaktu muda adalah seorang yang sangat handal dalam sepakbola. Katanya sampai sekarang ia belum menemukan seorang pemain muda yang teknik permainannya menyaingi bapak. 😀

Kalau cerita ini memang bukan baru lagi. Sudah sering saya dengar dari orang-orang tentang kelihaian bapak bermain bola. Lebih banyak terdengar itu ketika dulu saya masih kecil biasa di perayaan 17-an, bapak-bapak kalau menonton pertandingan sepakbola, kadang mereka suka gemas sendiri dan mengumpat cara bermain para pemuda2 itu. Lantas mereka masih dengan nada2 yang gemas, mereka membandingkan bapak yang dulu selalu membawa tim mereka keluar sebagai juara utama sekecamatan. Dan katanya ia pun sering dieluk2an banyak orang. Intinya bapak itu punya banyak penggemar… Bahkan pernah suatu kali di suatu pertandingan, bapak karena ada urusan ia datang terlambat, kepala desanya tak rela mengizinkan timnya masuk lapangan tanpa bapak. Ia mengirim pesuruh cepat pergi menjemput bapak. Para anggota tim pun ogah-ogahan masuk arena. Mereka masuk dengan wajah lesu. Mereka sudah merasa kalah sebelum bertanding. Barulah di tengah2 mereka bermain, bapak muncul dari kejauhan. Serempak para pendukungya bersorak. Kepala desa lebih girang lagi. Ia cepat2 menyuruh orang menyambut bapak, mempersiapkan kursi, mempersiapkan sepatu dan kaos kaki untuk bapak. Bapak serupa artis saja.. 😀
Saya mendengar kisah2 itu masih dengan otak ‘ana kici’ saya. Tidak terlalu saya pikirkan. Sekarang ini saja baru saya sadari, ternyata hebat juga bapak waktu mudanya ya.. 🙂 Tapi sayang, kenapa hebatnya hanya sampai di sekecamatan..?

##Jumat, 26 Juni 2015., pukul 10.26 pm**##

Buka notes ini…lalu apa hanya untuk sekadar melaporkan diri..?
Hmm…tidak juga mestinya… Tinggalkan sesuatu yang baik. Pahatkanlah sesuatu. Setidaknya ada yang berarti walau sedikit. Biar itu kecil sekalipun.
Baiklah. Tentang mujizat. Satu hal yang kuikuti dan kurenungkan beberapa waktu terakhir ini. Kurasakan betul bukan hanya pada satu hal, melainkan banyak. –> Mujizat itu ada. Mujizat diadakan Tuhan untuk menunjukan bukti keberadaan-Nya. Mujizat ada jikalau menurut Tuhan itu memang butuh dan perlu di saat itu. Mujizat tidak diadakan sembarang waktu dan sembarang tempat. Mujizat tidak diadakan atas paksaan manusia. Mujizat tidak terjadi karena manusia tikam lutut berlama-lama lantas meraung-raung dalam ganas tangis memaksa Tuhan mengadakan mujizat. Tuhan bukan pembantu atau pesuruh manusia. Tuhan adalah Tuhan. Kalau Ia mau mengadakan mujizat, maka Ia akan buat..menurut kerelaan kehendak-Nya. Kau hanya perlu berserah kepada-Nya. Selaraskan hatimu dengan hati-Nya. Biar terjadilah kepadamu sesuai kehendak-Nya.
Hmm…Tapi tidak berarti juga kau berserah lantas pasrah tidak melakukan apa-apa, duduk ongkang-ongkang kaki, atau terlena dalam pembaringan. Ini sulit dimengerti. Saya pun sebenarnya sulit mengerti… 🙂
Tapi bukankah memang ada banyak hal di dunia ini yang tak kita mengerti…yang otak kita ini memang tak sampai menjangkau ke sana. Ini menandakan bahwa manusia punya limit. Ia boleh mengerahkan tenaga dan pikirannya, tapi itupun hanya semampu manusia.
Banyak hal-hal hebat terjadi karena gerak manusia. Membuat sesama manusia terpukau. Tapi tetap tak bisa menyaingi sebuah kekuatan di luar sana. Sebuah kekuatan yang sampai saat ini sekalipun.. ia masih tetaplah sebuah misteri.

##**Kamis, 25 Juni 2015., pukul 09.47 pm**##

Ketika kau diberi sedikit, maka kau dituntut sedikit. Ketika kau diberi lebih, maka kau dituntut lebih.
Bersyukurlah dan jangan bilang Tuhan itu tidak adil. Ia tidak pernah tidak adil. Pasti ada alasan di balik semua yang pernah terjadi.
##Di masa liburan seperti ini ada sedih juga ada bahagia. Sedih karena ditinggal pisah teman-teman baik. Bahagia karena bisa menyempatkan banyak waktu untuk keluarga yang baik.
Hal pertama tentang keluarga di awal liburan adalah bisa membantu adik yang baik. Beberapa hari ini aku dimintai tolong menemaninya mengantar surat ke beberapa instansi gereja terkait kegiatan mereka di waktu liburan. Ketika dimintai tolong, kupikir-pikir, ya..kenapa tidak. Ini kan libur. Kapan lagi lu bisa temani lu pung adik untuk dia yang bergerak di kegiatan yang baik. ##Tuhan memang baik punya rencana begitu…

##**Rabu, 24 Juni 2015., pukul 10.24 pm**##

Pakai mata Tuhan untuk melihat, pakai telinga Tuhan untuk mendengar, pakai hati Tuhan untuk merasa.
Supaya kau jangan bermata merah, melotot seakan dua bola matamu itu mau melesat keluar dari tempat ia berakar, lalu melantangkan suaramu yang sampai menggaruk-garuk langit, “Tuhan, kenapa Kau tidak adil?”
(Refleksi)

##**Selasa, 23 Juni 2015., pukul 09.40 pm**##

Keberadaan setiap orang tak tergantikan. Masing-masing mereka hadir dengan segala kelebihan, kekurangan, dan keunikannya. Yang perlu kau lakukan adalah belajar memahami mereka, menerima mereka, dan menyayangi mereka. Sebagaimana dirimu yang juga ada kelebihannya, banyak kekurangannya, apalagi yang unik tiada duanya. Agar mereka pun bisa memahamimu, menerimamu, dan menyayangimu.
Ah , selanjutnya aku tak tahu mau tulis apa lagi di sini… Sudah hanya ini saja dulu… 🙂

##**Senin, 4 Mei 2015., pukul 11.06 pm**#

Kau hanya perlu JUJUR. Itu saja. Tak lebih. JUJUR di UN, JUJUR dalam menulis, juga JUJUR dari hati ke hati… Ya, kau hanya perlu JUJUR. Itu saja. Terima kasih.

##**Senin, 6 April 2015., pukul 11.35 pm**##

Gabriel García Márquez’s Formative Reading List: 24 Books That Shaped One of Humanity’s Greatest Writers

##**Minggu, 5 April 2015., pukul 10.17 am**##

Reading a short story “God Sees the Truth, but Waits..” by Leo Tolstoy, one of the great writers in the world. He’s a Russian.
As an info, that “God Sees the Truth, but Waits..” talks about forgiveness.

##**Rabu, 1 April 2015., pukul 11.05 pm**##

Sekalipun itu hanya berupa sebuah draft yang berantakan atau sepotong catatan harian yang kalau dibaca orang tak mengerti ujung pangkalnya, menulis selalu membuatku merasa lebih baik. Pikiran dan perasaanku menjadi lebih baik. Lebih bersemangat menjalani hidup sekalipun banyak onak duri dan terjal jalanan yang dilalui. Membaca dan menulis adalah seperti berdoa. Menyatukan hati-pikiran dengan Tuhan, sang Pencipta dan Pimilik Segala. Mengungkapkan isi hati dan segala kepedihanmu kepada Tuhan, lalu membiarkan Ia berbicara lembut padamu. Biarkan isi hatimu yang duniawi, kotor, cemar, gelap, dan berbau karena sudah sedemikian busuk itu dibersihkan dan disucikan-Nya. Lalu sebagai gantinya, hati-Nya ditaruh dalam hatimu yang baru. Sehingga yang kau miliki dan kau pancarkan adalah hati Tuhan, yang putih, bersih, terang, segar, dan bercahaya.

Demikianlah ini sekalian renungan menyambut peringatan momen tercurahnya darah Tuhan dan mati-Nya demi kepekatan dosaku, lalu bangkit dan naik-Nya demi aku diikutsertakan dalam kekekalan kerajaan-Nya.

##** Rabu, 25 Maret 2015., pukul 07.16 pm**##

Bukan berarti di waktu malang pun ada hikmah yg dipetik lantas kau membiarkan dirimu ingin selalu ditimpa malang atau kau sendiri mengundang sang malang untuk terus2 menyambangimu.
Yang namanya hidup di dunia, kau memang selalu dikelilingi yang tidak baik-tidak baik (rusak2). Pekerjaanmu setiap hari adalah menghindar dari yang rusak2 itu. Itulah perjuanganmu sehari2.

##** Selasa, 24 Maret 2015., pukul 11.12 pm**##

“Even in the bad times, consider this that God has made it as well as the good times.”

Kau tak bisa memaksa Tuhan membuat jalan hidupmu selalu lurus, mulus, dan rata. Adakalanya kau perlu dibawa ke tempat berbatu2, berduri, naik turun, menikung ke kiri dan ke kanan.
Dan ketahuilah, selalu ada hikmah di balik setiap musibah. Petiklah selalu pelajaran dari setiap kesalahan atau keteledoranmu. Belajar daripadanya dan jangan mengulangi lagi kesalahan yang sama. Jangan sia2kan setiap pengalaman yang mau menyempatkan dirinya singgah padamu. Jangan marah lantas menggugat Tuhan kalau seolah2 di dunia ini hanya kau seorang yang baik dan selalu berusaha menjadi anak manis bagi Tuhan namun kaulah yang selalu disajikan kesusahan atau kesulitan2.
Tuhan memberimu suatu tanda peringatan, itu artinya dia sayang padamu. Dia ingin kamu belajar. Memetik pelajaran yang bermakna daripadanya. Maka itu janganlah mengomel atau menggerutu, menyesali sebuah musibah kecil yg telah terjadi. Tetapi sebaliknya, mestilah kau syukuri dengan hati yang penuh bahwa kau diberikan pelajaran berharga yang membentukmu semakin menjadi pribadi yang lebih baik. Selalu bergantung kepada Tuhan. Mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah dan dalam segala waktumu. Sebab bukankah karena Dia, oleh Dia, dan kepada Dialah kamu didatangkan ke muka bumi. Plisss…tolong ko ini kata2 yg terakhir benar2 hidup, meresap matang benar2 matang dalam tubuhmu, hatimu, kepalamu! Jangan hanya jadi slogan yg memajang saja…

##** Minggu, 22 Maret 2015., pukul 11.56 pm**##

Even in the bad times, consider this that God has made it as well as the good times.

Seperti hari ini, hampir saya tak jadi balik Naikoten, ataupun kalau balik Naikoten mungkin motor saya tinggalkan di Buraen… alamakk….Siang tadi selesai mengisi bensin 2 liter di satu kios eceran di Buraen, tanpa ragu dan dengan santai saya kembali tutup bagasi motor tanpa menengok lagi di mana sebelumnya kunci kontak motor saya taruh. Waktu mau nyalakan motor lagi baru saya sadar, astagfirulohazim…kunci ada di dalam bagasi. Panik sudah saya saat itu juga. Bagaimana bisa ambil kunci ini kembali, sedangkan untuk buka bagasi saja harus pakai kunci.Sementara saya panik sendiri di siang bolong itu, datang seorang pemuda-masih tergolong saudara- yang mungkin melihat ekspresi panik saya (orang2 terdekat saya begitu tahu bagaimana saya kalau saya panik). Sampai2 bagasi motor pun ingin saya bongkar paksa. Pemuda itu, ah kusebut saja kakak, terlihat tenang2 saja setelah mengetahui permasalahanku. Ia tenang2 beli minum-ya karena hari begitu amat panas di siang bolong itu. Mengobrol dengan si penjual tentang sesuatu yg tak kupedulikan karena pikiranku ya bagaimana bisa aku berpisah dengan motor ini dan sampai berapa lama. Sang kakak itu lalu malah duduk2 santai menyeruput minumnya sambil menonton kepanikanku, tanya ini tanya itu seolah aku peserta tes lisensi mengemudi yang diwawancarai. Lalu katanya meledek kalau aku tidak berdoa sebelum perjalanan. Yah, aku tahu ia memang bercanda. Dan aku mengingat2 kembali. Tidak, aku menggeleng. Aku selalu berdoa sebelum perjalanan… Aku berdoa tadi… hehe… ah, mestinya ini personal ya… Sudah. Tak apa. Ini masuk dalam kisah hari ini jadi sekalian. Ya, aku sudah berdoa sebelum perjalanan, walaupun tak berdoa bersama sekeluarga seperti biasa kalau aku pulang berlibur.Kemudian sesudah ia menyeruput habis minumnya kembali ke kios dan membayar minumnya, lalu kembali dan bilang, jangan panik biar dia mikir caranya.Dalam keadaan seperti itu, sekalipun aku dibilang tenang..tenang… toh tetap aku tak bisa tenang. That’s my bad habit, I know. 😦 Selang beberapa lama kemudian ia pun turun mengamati motor dari depan hingga ke belakang dan langsung bergerak dengan caranya sendiri mengambil kunci motorku yang ada dalam bagasi. Oh…wahai Pencipta dan Pemilik semesta alam terpujilah Engkau. Telah kau kirimkan malaikat penolong tepat pada saatnya. Kunci kontak motor kudapat kembali. Aku kaget sekaligus senang tentunya. Melihat ekspresiku yang berseri kembali setelah mendapat kunci kontak itu, sang kakak itu malah terkekeh karena katanya ia sudah tahu solusinya ketika kubilang kalau kunci kontak motor terlanjur terkunci dalam bagasi motor. Astagfirulloh…rupanya ia sengaja membiarkanku panik sampai2 memikirkan ide2 nekat, — apalagi sewaktu panik tadi kucoba menengok hp, malah batereinya tinggl 4 atau 5 persen-ah, tentang kasus beterei tinggal beberapa persen lagi tidak begitu bermasalah karena aku bisa saja masuk satu rumah di situ dan minta tolong numpang mengisi, toh di situ orang2ku juga. Aku berulang2 mengucap terima kasih. Yah, u know me lah…;) Orangnya enteng2 saja mengangguk. Tapi kemudian ia menawarkan bagaimana kalau ia kuantar ke bengkelnya yang tak jauh dari situ, mungkin 400an meter. Ia memang baru saja dari rumahnya hendak ke bengkelnya yang baru saja kulewati. Ya, tentu saja permintaannya kusanggupi. Akhirnya ia pun yang mengendarai motor itu balik ke arah dari mana aku datang tadi. Dalam perjalanan menuju ke bengkel, baru aku berpikir mestinya aku tahu kakak ini punya bengkel motor. Tentunya ia bisa memecahkan persoalanku. Tapi memang aku yang terlanjur panik duluan membuatku tak sampai berpikir ke sana. Aku pun memang yang kurang tahu tentang seluk beluk mesin itu sampai membuatku panik. Seandainya aku tahu mungkin aku tak sepanik tadi. Ya, aku berani pastikan itu.Sesampainya kami di bengkelnya, rupanya ada beberapa pemuda yang sedang nongkrong di sana. Tadi memang aku melewati mereka tapi tak kutahu siapa mereka. Di sanalah baru kutahu, mereka juga saudara2ku yang lain. Tadi aku melewati mereka tapi hanya ‘tegur lewat’, tak sempat menyapa sebagaimana saudara. Tapi dengan kejadian ini, ketika mereka bercanda dengan meledekku tak berdoa, kubilang saja ke mereka. Bukan tidak berdoa sampai kejadian ini terjadi. Tapi justru karena aku berdoa, maka kejadian ini ada agar aku bisa belajar dari pengalaman, jangan sekali2 menaruh kunci kontak di bagasi, atau jangan menaruh barang berharga misalnya dompet/uang di bagasi karena orang bisa saja dengan mudah mengambil, sekaligus ini rencana Tuhan mempertemukanku dengan saudara2ku yang memang jarang kujumpai dan sudah hampir tak saling kenal… sementara aku berada di situ, lewat omku yang lain, yang anaknya juga kuliah di tempat kuliahku dulu, UPH Lippo Karawaci. Namanya Yafet Tnunay. Ia pemimpin Tuak (Tumpuan Ana Kupang) UPH sekarang… :). Omku heran melihatku berada di bengkel motor sesiang bolong itu. Setelah bertanya ada masalah apa dan hendak ke mana aku, ia pun menawarkan kalau sebentar berangkat jangan lupa singgah ke rumahnya. Rumahnya memang berada di pinggir jalan, tempat mangkal tukang ojek dan bemo2 ato pick up. Biasa sebelum bawa motor sendiri kalau hari minggu pulang aku biasanya pergi ke sana karena di sanalah segala macam kendaraan berkumpul.Maka sesudah dari bengkel aku pun singgah di rumah omku sebentar mengobrol sampai ketika mau meneruskan perjalanan aku diberikan buah alpukat, buah kesukaanku.Dan kau tahu ketika aku baru saja mau melanjutkan perjalanan, ada kulihat seorang gadis ayu yang baru saja datang. Ketika kutilik baik2 baru aku tahu kalau ia juga adalah satu saudaraku. Seorang mahasiswi FKIP Bahasa Inggris di UnKris Kupang. Ia baru saja diantar adiknya untuk menumpang angkutan menuju Kupang. Sayang ia terlambat. Baru beberapa menit yang lalu sebuah bemo baru saja ‘cabut’ dari ‘ngetem’nya. Ia pun kutawarkan menumpang. Dalam perjalanan sempat kami mengobrol, dan dalam hati aku berdoa semoga ada sesuatu yang ia tangkap atau ia pelajari dari perjalanan singkat kami.Demikianlah aku bersyukur bahwa ada sesuatu yang positif di tiap kesulitan. Dengan kejadian siang tadi, dalam sekali waktu aku dapat berinteraksi dengan beberapa anggota keluarga besar sekaligus, yang sejak kuliahku di Jakarta lalu tenggelam dalam dunia kerja membuatku jarang bertemu keluarga hingga hampir tak saling kenal.Yah, mungkin orang berpikir bahwa emang apa pentingnya kenal keluarga. Kenal juga tak ada untungnya, atau toh tak ada sepeser pun ia sodorkan untukmu. Memang. Mengenal keluarga bukan dan tidak semata2 demi ia memberimu sepeser atau dua peser uang. Tapi, entahlah…aku hanya menanamkan sesuatu dalam pikiranku bahwa mengenal keluarga itu penting. Karena itu dan untuk itulah kemarin dan beberapa waktu sebelumnya ketika aku pulang ke rumah, aku sempat meminta orang tuaku dan ba’i2ku menceritakan silsilah keluargaku. Sejauh ini baru kudapat dari satu pihak, yaitu nenek bapakku yang bermarga Tnunay. Lalu baru setengah dari ba’i bapakku yang bermarga Buraen atau KoEnunu.Sebenarnya aku sudah sering dan terbiasa mendengar cerita silsilah atau cerita2 tentang kehidupan zaman dahulu bapak mamaku, ba’i nenekku, setiap seusai kami makan malam. Tapi itu memang hanya berserakan liar di kepalaku, dan mengenai silsilah detail dan urutnya baru aku tulis beberapa waktu lalu. Dengan kehendak Tuhan kalau aku mendapat kesempatan itu lagi, maka akan kulanjutkan penulisan silsilah itu.#btw, aku jadi ingat ada sahabat lamaku entah siapa tapi ia punya pesan untukku sebelum kami berpisah setelah sempat bersama beberapa waktu lamanya, ‘kurangi yang mudah panikan itu, a nice,’ katanya. Ok, ok. Ting..ting.. ting…!!! ketuk kepala biar ingat…sippoo…–Tulisan2 di sini beracakan. Ya, karena ini memang coretan harian. Penulisannya spontan, brathey.. :D–-

##**Jumat, 20 Maret 2015., pukul 08.21 pm**##

…Di tepi kampung, tiga anak laki2 sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalihkan cengkeraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur. Kering dan membatu. Mereka terengah-engah, namun batang singkong itu tetap tegak di tempatnya. Ketiganya hampir berputus asa seandainya salah seorang anak di antara mereka tidak menemukan akal.
“Cari sebatang cungkil,” kata Rasus kepada dua temannya. “Tanpa cungkil mustahil kita dapat mencabut singkong sialan ini.”
“Percuma. Hanya sebatang linggis dapat menembus tanah sekeras ini,” ujar Warta. “Atau lebih baik kita mencari air. Kita siram pangkal batang singkong kurang ajar ini. Pasti nanti kita mudah mencabutnya.”
“Air?” ejek Darsun, anak yang ketiga. “Di mana kau dapat menemukan air?”
“Sudah, sudah. Kalian tolol,” ujar Rasus tak sabar. “Kita kencingi beramai-ramai pangkal batang singkong ini. Kalau gagal juga, sungguh bajingan.”
Tiga ujung kalap terarah pada titik yang sama. Curr. Kemudian Rasus, Warta, dan Darsun berpandangan. Ketiganya mengusap telapak tangan masing-masing. Dengan tekad terakhir mereka mencoba mencabut batang singkong itu kembali. Urat-urat kecil di tangan dan di punggung menegang. Ditolaknya bumi dengan entakan kaki sekuat mungkin. Serabut-serabut halus terputus. Perlahan tanah merekah. Ketika akar terakhir putus ketiga anak Dukuh Paruk itu jatuh terduduk. Tetapi sorak-sorai segera terhambur. Singkong dengan umbi-umbinya yang hanya sebesar jari tercabut.
Adat Dukuh Paruk mengajarkan, kerjasama antara ketiga anak laki-laki itu harus berhenti di sini. Rasus, Warta, dan Darsun kini harus saling adu tenaga memperebutkan umbi singkong yang baru mereka cabut. Rasus dan Warta mendapat dua buah, Darsun hanya satu. Tak ada protes. Ketiganya kemudian sibuk mengupasi bagiannya dengan gigi masing-masing, dan langsung mengunyahnya. Asinnya tanah. Sengaknya kencing sendiri. (Ronggeng Dukuh Paruk-Ahmad Tohari, hal 10-11)

##**Kamis, 19 Maret 2015., pukul 12.31 am**##
Ecclesiastes 7:2-3 It is better to go to a house of mourning than to go to a house of feasting, for death is the destiny of everyone; the living should take this to heart. Frustration is better than laughter, because a sad face is good for the heart. @Bureni fam’s house , Tanaputih Naikoten 1.

##**Senin, 16 Maret 2015., pukul 11.57 pm**##
Every family has its crazy members, that’s true. Pukul 10.27 pm @Rumah duka keluarga Humau, di Baumata. Ada satu pemandangan yang membuat geleng kepala, lalu berbisik lirih kepada diri sendiri, “kok bisa ya?” Ini tentang lagak seorang bapak ‘pejabat’ kabupaten.

##**Minggu, 15 Maret 2015., pukul 11.10 pm**##
Oh..ada lagi satu hal tentang anak2 didikku di sekolah. Salah satu ujian praktek kelas 9 adalah menulis surat pribadi ke saudara atau kenalan. Rubriknya kuberikan ke mereka masing2 mulai dari format surat, kerapian penulisan, kesantunan bahasa, dan nanti sampai penulisan alamat di amplop. Kuberikan rubrik sedetail itu karena mereka bahkan selama ini tak pernah katanya melihat atau membaca apalagi menulis surat pribadi. Sekalipun ini surat pribadi, tetap salinan atau kopian surat mesti diserahkan padaku karena isi surat pun masuk dalam presentase penilaian. Hal terakhir dalam penilaian tentunya adalah kuitansi transaksi pengiriman lewat kantor pos atau Tiki Jne. Itu adalah tanda bahwa anak2 benar mengirimkannya ke alamat tujuan surat. Aku betul2 merasa yakin, bahwa siapapun yang dikirimi surat itu, apalagi kalau itu adalah seorang kakek atau nenek yang mendapat surat dari cucunya pasti dan tentulah ia akan merasa bahagia sekali. Tentu di zaman yang serba digital ini anak2 yang tak lagi mengenal surat pribadi yang di dalamnya berisi kata2 santun, bertuliskan tangan, memakan waktu dan proses pengiriman yang tidak cepat tentunya mempunyai kesan tersendiri baik untuk pengirim ataupun penerima. Maka itu aku betul2 merasa senang, bangga, juga terharu karena anak2 begitu bersemangat dan tepat waktu mengumpulkan isi surat, lalu seminggu berikutnya kuitansi pengiriman surat pun langsung memenuhi kotak pengumpulan tugas.

##**Minggu, 15 Maret 2015., pukul 10.35 pm**##
Rasanya pengen keluar beli coklat malam2 untuk dikasih ke anak2 kelas 7 besok Senin ini. Baik 7.1, 7.2, maupun 7.3. Walau kami kebut2an dengan materi semester 1 dan 2 karena KTSP baru kami terapkan semester ini, tapi nilai mereka bagus2. Saya suka sekali dengan jawaban esai mereka. Tak persis menulis seperti kata2 saya atau yang di dalam buku paket atau buku catatan mereka. Tapi dengan bahasa mereka sendiri menerjemahkan apa yang mereka tangkap dari hasil interaksi kami. Jawaban mereka jujur. Sekalipun begitu tidaklah melenceng dari konsep yang diajarkan. Love them so much…:)

##**Minggu, 15 Maret 2015., pukul 01.32 pm**##
Setiap hujan, yang kukenang adalah masa kanak2. Masa ketika aku bersama keluarga, ataupun dengan kawan2 sepermainanku. Maka itulah aku ingin terus menghidupkan masa kanak2 itu dalam cerita2ku. Aku ingin terus membuat masa itu seolah baru saja terjadi hari kemarin.
### I can’t tell you how I miss my childhood.

##**Jumat, 13 Maret 2015., pukul 07.02 am**##
Then Jesus said to his disciples, “Whoever wants to be my disciple must deny themselves and take up their cross and follow me. (Math ch 16 eg 24)

##**Rabu, 11 Maret 2015., pukul 09.25 pm**##
Mimpiku ada toko buku sejenis Times UPH Karawaci atau yg sekarang berubah nama menjadi “Books & Beyond” ada di Kupang. Aku betul2 berharap tentang ini. Atau kalau tidak, mungkin bisa juga dengan belajar dari konsep dan penampilan B&B itu, mimpiku yg sejak dari SD kutuliskan di buku paket Matematika dulu kurealisasikan? 😀 Itu mimpiku dulu, booo… Sewaktu aku ingin sekali membaca tapi kekurangan buku. Maka begitu setiap aku dapat kesempatan meminjam buku di perpustakaan, maka sepanjang jalanku menuju rumah aku akan merasa bahagia sekali. Entah selama di jalan ada hal2 tertentu yg mungkin saja merusak ‘mood’, misalnya hari begitu panas memanggang, bemo yang ditunggu tak kunjung datang, ada orang iseng mencegat di jalan, ada orang2 mabuk ‘laru’ mengejar, bahkan pernah ketika diseret kaki kernet bemo, tetap saja di dalam hatiku ada rasa bahagia tersendiri yang tak bisa direbut orang lain. Aku tak sabar tiba di rumah. Mengganti pakaian, mencuci muka, lalu makan sambil membaca. Hidup itu indah. Nikmati dengan membaca…:) Oh ya, mengenai insiden aku diseret kaki kernet bemo sewaktu pulang sekolah. Aku masih ingat betul ketika itu orang2 sekampung terutama para pemudanya yg kebetulan adalah sanakku semua itu ramai2 menghakimi si kernet bemo yg notabene berasal dari luar kampung. Kasihan betul muka si kernet itu. Sebenarnya sewaktu insiden itu, aku tak memberitahukannya pada siapa2. Jadi langsung aku pulang menuju rumah. Hanya mungkin ada 1 kawanku entah siapa yang memberitahu beberapa orang di pinggir jalan. Hingga ketika aku baru saja mau melangkah masuk ke halaman rumah, tiba2 saja ada seorang anak SD yg terengah2 napasnya datang memanggilku. Katanya, “Cepat ke jalan besar. Ke perempatan. Kau harus memberi kesaksian kepada orang2 bagaimana kau tadi ditabrak.” Apa? Ditabrak katanya. Aku tak ditabrak. Aku hanya diseret. Bukan diseret bemo. Hanya memang kaki kernet itu yang mendorongku hingga jatuh ke pinggir jalan. Aku tak mau memperpanjang masalah ini. Kenapa aku harus bersaksi pula. Tapi anak kecil itu memaksa. Entahlah, mungkin betul2 mereka mengharapkanku ada untuk penyelesaian masalah ini. Tak lama kemudian ada anak lain yag lebih besar datang menyusul. Memanggilku agar cepat2 ke sana. Ampun deh…pikirku. berarti sudah ramai sekali di jalan besar sana. Akhirnya dengan terpaksa aku kembali ke jalan besar. Itu perempatan yang sering dijadikan tempat mangkal bemo2. Alamak..di sana, tak kusangka dalam sekejap itu jalanan ramai sekali dengan manusia. Anak2 hingga orang dewasa. Mereka serentak menoleh ke arahku yg baru muncul dari bawah. Memanggilku cepat2 ke sana. “Sini kamu, naci…itu bemo lagi antar penumpang. Ia pasti balik lewat sini. Mari kita tunggu dia. Kita harus buat perhitungan,” kata satu om’ ku berapi2. Aku hanya diam menurut. Orang2 bergumam. Entah apa yg digumamkan. Begitu banyak orang berkerumun di perempatan itu. Dan aku adalah satu anak kecil berseragam putih biru di antara kerumunan itu sebagai pelaku utama cerita. Tak lama, bemo itupun muncul. Kerumunan massa mencegatnya. Selanjutnya aku dipanggil dan diperhadapkan. Aku tak banyak bicara waktu itu. Sebab suara orang2 mencaci si kernet dan supirnya mengalahkan suaraku sendiri. Selanjutnya aku tak lagi berperan di situ. Aku diabaikan. Sorotan ‘kamera hidup’ lebih terarah kepada massa yang menghakimi si kernet bemo dan supirnya. Melihat itu, aku pun diam2 beranjak pulang. Sebab dalam tasku ada satu buku bacaan yang lebih mengalihkan perhatian. Mengenai peristiwa hari itu sama sekali tak kuberitahukan kepada orang tuaku. Hingga keeseokan harinya ketika aku pulang sekolah, supir bemo dengan si kernet yg kemarin babak belur bersama juga dengan si bos pemilik bemo itu kulihat datang bertamu di rumah. Mereka datang dengan inisiatif sendiri meminta maaf atas insiden kemarin. Ketika mereka pulang, aku diberi amplop berisi beberapa lembar uang. Sebagai tanda permintaan maaf dan perdamaian, katanya. Aku senang sekali menerima uang itu 🙂 Uang itu akhirnya kupake buat beli salah satu judul buku seri ‘The Litle House’ Laura Ingals Wilder. 🙂 Sayang ketika aku kuliah dan meninggalkan rumah, buku itu entah dipinjamkan pada siapa sama adikku, hingga tiada lagi buku kenangan itu di rumah 😦

##**Minggu, 08 Maret 2015., pukul 11.23 pm**##
“Senyummu membuatku menangis” Tak ada yang lebih indah dari senyummu. Tapi juga tak ada yang lebih menyedihkan dari senyummu.

##**Jumat, 06 Maret 2015., pukul 23.40**##
@Forjes, Kupang. Dari sekian foto2 yang dipamerkan di sana, aku paling suka dengan beberapa foto di dinding sebelah kiri dari pintu masuk kafe. Di sana ada 4 atau 5 foto tentang anak2.. 🙂 Entah kenapa aku suka mereka semua sebenarnya. Semuanya menceritakan tentang anak2. Ada tentang ‘aku dan adik2ku’, ada juga tentang ‘anak pengungsi Tim Tim di Noelbaki’, ada tentang ‘senyum’, ada juga tentang … waduh kenapa aku jadi lupa judul yang satu ini…:( juga sayang sekali aku sempat mengambil gambar foto2 bagus itu, hanya gambarnya kurang jelas di kamera hp-ku…emang hp-ku juga ya seadanya bukan untuk foto2…:p 😀
##**Selasa, 17 Februari 2015., pukul 23.54**##
-tentang kabar hari ini- “Ini dunia, Nak,” jelas mamanya. “Sudah tercemar. Akan susah kau temukan yang bersih.” “Kalau begitu, apakah sia-sia aku berusaha?” Ia memandang mata mamanya. Menanti. “Tidak. Itu lebih baik dari pada kau hanya diam,” sahut mamanya setelah berdiam beberapa saat. “Baiklah, Mama.” Ia pun mengangguk dan keluar. Tapi ia lalu hanya diam. Tetap diam. 😦 ##**Sabtu, 14 Februari 2015., pukul 23.09**## Astaga! Saya tak menyangka ini bakal terjadi. Tobat benar deh…! Cerita detailnya tak akan saya tulis di sini. Tapi sekadar saya beri kata kunci saja sebagai pengingat di kemudian hari. Ini menyangkut lantas di jalan raya. Ampun2an…ada aneka rasa bercampur di sana…Syukur, saya masih menuliskan ini dengan senyam-senyum. 😉

##**Senin, 01 Februari 2015., pukul 19.30**##
Puji Tuhan, tadi pagi, hari hampir mau jam 5, saya berangkat dari Retraen langsung ke Naikoten 1. Puji Tuhan tiba di sekolah sebelum pukul 06.40. Tak ada tanda merah di ‘cheklock’.. 🙂

##**Kamis, 29 Januari 2015., pukul 20.37**##
@Penfui Timur “Selamat ulang tahun, k’ Yanti.” Banyak hal yang saya kagumi dan teladani dari kakak saya yang satu ini. Ia tak banyak bicara. Namun dari kediamannya, sudah banyak hal yang ia kerjakan. Ia tak banyak menasihati, atau mengoar-ngoarkan tentang kita harus begini atau begitu. Namun dari tindakan dan kehidupan kesehariannya, ia sangat menginspirasi, sehingga kita tahu kita harus buat apa dengan hidup kita ini. Sekalipun kami berbeda, dalam hal ini ia adalah sosok yang tenang dan kalem, sementara saya tidak seperti itu. 🙂 Saya, tanpa meninggakan keaslian saya tentunya, banyak hal yang ingin saya teladani dari dirinya. Sekali lagi, Selamat ulang tahun. Terima kasih sudah menjadi teladan bagi saya khususnya. Segala harapan, rencana, dan pergumulannya kutaruh hanya ke dalam tangan-Mu..diberkatilah kiranya semuanya itu, dan jadilah sesuai dengan kehendak Tuhan. 🙂 ##**Minggu, 25 Januari 2015., pukul 20.08**## Di satu bacaan renungan harian, penulisnya mengatakan kalau salah satu tempat terbaik untuk melatih penguasaan diri adalah di jalan raya. Sebab jalan raya adalah tempat bertemunya manusia dari segala watak dan karakter. Maka itu, wahai pengendara-pengedara, kuasailah dirimu di jalan raya. Jalan raya adalah milik umum, bukan milikmu seorang. Mengalah lebih baik daripada ingin mendahului lalu terjadi yang tidak diduga. Yang pasti, berdoalah lebih dahulu sebelum memulai perjalanan… 🙂
##**Sabtu, 24 Januari 2015., pukul 15.12**##
TRADISI DI MEJA MAKAN “Tradisi ini kini semakin jarang dilakukan: seluruh keluarga berkumpul di meja makan untuk makan bersama. Semua anggota keluarga ditunggu kehadirannya sebelum acara makan dimulai. Bagi beberapa orang, tradisi bersama ini bagaikan oase di tengah padang gurun perjalanan hidup.” Ini kutipan bacaan renungan harian Sabtu, 24 Januari 2015. Tradisi makan bersama di meja makan adalah hal yang sangat baik dalam keluarga. 🙂

##**Jumat, 23 Januari 2015., pukul 17.05**##
“Since, then, you have been raised with Christ, set your hearts on things above, where Christ is, seated at the right hand of God. Set your minds on things above, not on earthly things.” Coll 3:1-2 Ini materi chapel hari ini. Dibawakan oleh ibu Rini, konselor sekolah. Mengingatkan saya kembali apakah motivasi saya dalam berpikir, atau memandang sesuatu, lalu mengambil tindakan sudah sesuai dengan perspektif Tuhan atau belum. Apakah hal yang kupikirkan dan kukejar adalah yang bernilai kekal ataukah yang bersifat sementara? Mari koreksi diri. Benahi pikiran, benahi hati, benahi tindakanmu. Dasarkan dan tujukan hanya atas dan kepada Dia, Sang Pengada dan Pemilik.

##**Kamis, 22 Januari 2015., pukul 21.13 **##
Kau tak akan pernah bisa membelinya dengan uangmu yang menggunung. Sebab ia hanya sesuatu yang sederhana tapi sangat berharga. Tak dapat semua orang menikmatinya. Maka berbahagialah bagi mereka yang diberi anugerah untuk bisa menikmatinya. Ialah kebersamaan dan kehangatan dalam rumah tangga. Bersama keluarga, sekalipun makan tanpa sayur, berpakaian hanya untuk melapisi badan, tidur bahkan beralaskan kerikil beratapkan kolong jembatan pun, semua terasa indah. Kau merasa kaulah yang paling berbahagia di dunia. Mungkin sebab itulah muncullah yang paling terkenal, ‘Harta yang paling berharga adalah keluarga’. Dimulai dari keluarga dalam rumah saudara sekandung, sepupuan satu ‘bai nenek’, lalu keluarga-keluarga yang masih bertalian. Baiklah antara satu sama lain saling mengenal, menghormati, saling menyayangi, dan semua itu hanya dieratkan oleh tangan Tuhan.

##**Selasa, 20 Januari 2015., pukul 15.28 **##
“Mungkin saya akan mengerti suatu hari nanti. Ini kenapa dan untuk apa.” -saat duduk menanti jam doa pulang @SMP/A Lentera Harapan Kupang- Seperti halnya ketika dulu waktu SMA, saya menginginkan bisa lolos olimpiade Kimia di tingkat propinsi agar mewakili NTT ke tingkat nasional, karena begitu ingin bisa punya pengalaman melihat kota Jakarta, namun itu tak diperkenankan Tuhan. Waktu itu saya mempersiapkan diri sungguh2 dengan berdoa dan belajar mengerjakan soal2 latihan olimpiade. Bahkan seusai mengikuti olimpiade yang diselenggarakan di gedung SMA Negeri 1 Kupang pun saya masih tetap berdoa sungguh2 biar saya lolos dan pergi ke Jakarta. Namun ketika keluar pengumuman, saya ternyata tidak lolos. ‘Kegagalan’ ini membuat saya menangis2 berhari2. Saya merasa dunia saya runtuh. Seperti tak ada lagi harapan hidup. Mungkin seperti orang yang lagi cinta mati pada pasangannya namun tiba2 diputuskan secara sepihak. Berhari2 saya larut dalam kesedihan, serta bertanya kepada Tuhan, apakah Tuhan tak sayang pada saya…? Saya tidak tahu, bahwa Tuhan sudah punya rancangan yang lebih dari yang saya impikan. Kalau saya maunya ingin lolos olimpiade Kimia di propinsi biar bisa ke Jakarta, dan di sana hanya untuk mengikuti olimpiade beberapa hari lalu pulang kembali ke Kupang, Tuhan justru sudah punya rencana, ‘Anaci, sabarlah dulu. Kau akan ke Jakarta, tapi itu nanti. 1,5 tahun lagi. Kau tak hanya akan pergi untuk beberapa hari. Kau akan pergi untuk 4 tahun. Kau akan berkuliah di sana’. Sungguh, Tuhan memang luar biasa. Saya bersyukur bisa menjalani hidup dengan menimba ilmu di luar, khususnya di UPH di daerah Lippo Karawaci. Banyak hal yang saya pelajari di sana yang mungkin tak akan saya dapat kalau saya berkuliah di Kupang. Ini bukan saya beranggapan kalau tetap kuliah di Kupang tak banyak yang dapat dipelajari. Bukan. Sebab saya juga lihat banyak orang tetap dapat belajar dan banyak hal yang mereka dapat di sini. Maksud saya berhubungan dengan hal2 yang saya dapatkan, baik yang sengaja saya pelajari maupun yang tak sengaja datang menghampiri saya sebagai sebuah pengalaman yang mau tak mau mesti saya serap sebagai makanan saya. Berangkat dari hal inilah saya menyimpulkan, bahwa bila sesuatu yang kau impikan atau harapkan sekarang belum menjadi nyata, atau kabarnya bahkan mengecewakanmu, ketahuilah bahwa Tuhan telah punya rencana yang lebih baik dan agung dari yang kau impikan sekarang. Masih ada sesuatu yang Tuhan siapkan di depan yang nantinya menjadi bagianmu. Yang perlu kau lakukan adalah berdoa dan mengerjakan sesuai yang dikehendaki-Nya. Amin… 🙂

##**Senin, 19 Januari 2015, pukul 22.05 **##
Yang dapat kau lakukan adalah percaya kepada Tuhan. Sebab kau tak bisa menduga apa yang bakal terjadi bahkan beberapa detik ke depan. *** Sore tadi saya dan beberapa teman baru saja pergi berkunjung ke rumah keluarga Pingak di Oebufu. Ada anak murid saya yang sakit. Namun dari situ, kami mendengar kesaksian orangtuanya yang sangat memberkati. Di antara kalimat2 bapaknya, ada yg terngiang jelas di telinga. “Siapa orang tua yg menginginkan yg buruk buat anaknya?’ Maka dapat disimpulkan, bapak kita yg di bumi saja sudah punya perasaan sebegitu, apalagi Bapa yang di surga. Maka itu, kuatkanlah hatimu, dan percayakanlah hidupmu kepada Tuhan. Akhir kata, ya..ini adalah momen kairos bagi kami semua. 🙂

##Sabtu, 17 Januari 2015., pukul 13.17 wita**##
Sudah seminggu rupanya saya tak menulisi ini. Yah, sebab di hari Minggu, 11 Jan’15 itu listrik padam seharian sementara saya bersiap kembali ke Kupang setelah menikmati liburan di rumah saya di Retraen, kec. Amarasi selatan, kab. Kupang. Mestinya kalau tak ada pemadaman listrik setidaknya saya bisa menulis sedikit sambil menunggu tante saya agar kami berangkat bersama ke Naikoten 1. Tante saya ingin melayat ke rumah keluarga Bannesi, sehubungan dengan dipanggilpulangnya bapak kekasih kami bapak Fredik Bannesi yg bertempat tinggal di Naikoten 1, tempat yg sama dengan saya. Saya bersiap sejak pagi sepulang gereja sebenarnya, sebab saya selain akan ikut melayat ingin juga menghadiri undangan dari tetangga sekaligus saudara sekampung untuk ibadah 40 hari berpulangnya bapak Gustaf Taopan yg akan dilangsungkan pada pukul 4 sore. Sekadar mengenang, bapak Gustaf ini adalah camat pertama kami untuk Amarasi Selatan, yang ketika beliau menjabat aku sementara duduk di bangku SMP. Kami berangkat setelah makan siang, kira2 jam 2 lewat. Dalam perjalanan itu kami sempat singgah ke Penfui. Sudah jam 4 waktu itu. Ya, jelas saya tak mungkin bisa sempat menghadiri ibadah di rumah tetangga saya. Mengingat saya masih harus singgah ke rumah duka tentunya bersama tante saya. Akhirnya setelah mengobrol sebntar dengan penghuni rumah Penfui, kami pun meneruskan perjalanan ke Naikoten 1. Hampir jam 6 sore ketika saya dan tante saya melangkah masuk ke rumah duka. Di sana juga kulihat dan kusalami juga putra sang almarhum. Ia muridku di sekolah. Ia seoramg anak yg cerdas, ceria dan selalu bangga menjadi orang Retraen. Ketika ditanya cita2nya, ia dengan antusias akan menjawab ingin menjadi kepala dinas pemadam kebakaran sama seperti bapaknya. Yah, ia duduk di kelas 9 sekarang. Sebntar lagi ujian. Sayang, bapaknya tak sempat mengantarnya di bangku ujian. Sudahlah…kita serahkan ke Tuhan tentang segala sesuatu yg terjadi ini. Sepulangnya dari rumah duka, barulah aku ke kos dan bersiap pergi menyalami istri alm bapak Taopan, yg adalah juga rekan kerja kami di yayasan pendidikan Kristen GMIT. Sepulangnya dari sana, aku kembali lagi ke rumah duka, menjemput satu tanteku yg lain mengantarnya ke Oebufu. Di sana aku tak langsung pulang, tapi maaih ditawari makan bersama saudaraku yg lain. Alhasil hampir larut aku pulangnya. Syukur kepada Tuhan, aku tiba dengan selamat di tempat kos. Demikianlah kisahku di hari Minggu itu. Ada aneka rasa yg tersemat dalam diriku hari itu. Bahagia bersama keluarga, bisa saling mengunjungi, saling menyapa antar seorang yg lain setelah tak bertemu beberapa saat lamanya, tapi ada rasa sedih sebab orang2 sekampungku sekecamatan Amarasi Selatan yg sama2 bertempat tinggal di Naikoten 1, dan bagi saya mereka adalah contoh sosok2 inspirator yg menjadi panutan bagi saya, bagaimana menjadi pribadi yg berani menyibak segala rintangan untuk menemukan jalan dan memberi petunjuk kepada orang lain..di situlah kita telah menjadi terang, sebagaimana apa kata Yesus, “Kamu adalah terang dunia….” 🙂 Nah, tadi di atas saya sudah mengatakan demikian kisah saya. Tapi kok sekarang malah makin seperti tak bisa dikendalikan lagi kapan berakhirnya liaran pikiranku ini. Ok, sudah. Sampai di sini saja dulu. Yakhhhh…mulai Senin, 13 Jan’15 hingga Jumat 17 Jan’15 ini aku sudah mulai masuk sekolah. Kalau sudah begini, ahh…semua jadi serba berlari. Intinya selama seminggu mulai bersekolah ini, aku sudah mulai berancang2 membuat list atau agenda apa saja yg harus dikerjakan. Mulai sekarang aku harus pintar2 mengatur dan memanfaatkan waktu, sebaik dan sebijak mungkin. Agar tak terbengkalai pekerjaan sekolah, agar list2 tak menumpuk, agar ‘utang-utang’ dibayar tunai, sebab sesuai nama keluargaku ‘tnunay’ yg kalo diplesetkan jadi ‘tunay’ / ‘tunai’, maka aku tak mau punya banyak2 ‘utang’ alias tugas/list mestinya aku kerjakan dan selesaikan dan bereskan. Nah, kalau tugas2 atau list sudah aku ‘tunai’kan, kan bagus aku bisa melakukan aktivitas lain yg dirindukan dan didambakan hatiku. 🙂

##**Sabtu, 10 Januari 2015., pukul 10.13 wita **## “Mengandalkan Tuhan”. Frasa ini diungkapkan padaku oleh seorang teman baik ketika aku memberi selamat atas suatu pencapaiannya kemarin. Dari pembicaraannya, dapat kusimpulkan bahwa walau mungkin bagi orang lain frasa itu terdengar klise, tapi bagi temanku tidak. Ia menghidupi benar kata2 itu. Dan orang yang menghidupi benar kata yang mungkin terdengar ‘rohani’ ketika diungkapkan akan terasa berbeda dengan orang yang hanya sekadar mengucapkan dan mengkhotbahkan tanpa ia sendiri menjalani dan menghidupinya. Ketika mendengarnya berkata demikian, aku merasa seperti ada pemantik yang tiba2 memercikan api di kepalaku. “Oh, betul. Mengandalkan Tuhan. Mengandalkan Tuhan.” Bukan sekadar kata2. Tapi itu mesti meresap dan menyatu dengan dirimu. Betapa sudah seberapa lama aku seperti kalau ada apa2 aku hanya ingin berusaha menyelesaikan sendiri. Terima kasih kepada Tuhan. Memang adakalanya Tuhan memakai orang2 tertentu untuk memanggil kita kembali sekaligus mengingatkan kepada kita kalau kita sudah terlampau jauh meninggalkan Ia di belakang kita. Selamat, MCS… Tuhan kiranya tetap memakaimu menjadi alat di tangan-Nya. Amin…

##**Kamis, 08 Januari 2015., pukul 20.27 wita**##
Beberapa hari ini listrik sering padam. Ada bahkan sampai dua hari semalam padamnya. Entah mungkin disebabkan hujan angin sehingga tak hanya listrik yang padam, tapi bahkan ketika listrik kembali normal, malah jaringan pun ikut bermasalah. Beginilah kalau orang hidup mengandalkan listrik. Padamnya listrik saja sudah serasa dunia kiamat. Semakin katanya dunia maju, justru semakin mudah orang mengeluarkan keluhan. Dulu sewaktu aku kecil, kami hanya merasakan dan baru sadar listrik padam kalau malam hari. Sebab siapa juga yang butuhkan listrik di waktu siang. Tapi kalau sekarang, jangankan mati sejam, bahkan walau hanya beberapa menit ketika listrik padam tiba2, pasti mengagetkan sebab sekarang segala sesuatu membutuhkan aliran listrik. Bahkan kita selalu akan sadar ketika listrik padam walau hanya beberapa detik sekalipun. Ah, sudah…ini saja pikiranku yang lagi ‘ngelantur’ tentang padamnya listrik… 😉

##**Senin, 05 Januari 2015., pukul 18:48 wita**##
Hari ini kuhabiskan penuh dengan membaca “Kuncup Berseri”nya NH Dini. Membaca salah satu buku dari seri “cerita kenangan” di saat cuaca mendung diselilingi gerimis seperti ini terasa begitu indah. 🙂 Sekalipun dalam cerita ini lebih banyak disuguhkan tentang kelompok seni mereka ‘kuncup seri’, akan tetapi bagi saya gambaran akan suasana rumahnya itulah yang paling berkesan. 🙂 . Seperti ketika pertama kali mengetahui nama Nh Dini di buku Bahasa Indonesia SMP, kalau tidak salah itu kutipan dari “sebuah lorong di kotaku”, cerita Nh Dini bagi saya amat manis. Masih dengan gambaran akan suasana rumahnya yang teduh, kehangatan keluarganya, teman2 sekolah atau sepermainannya, suasana saat hujan, saat buah2 pohon berjatuhan, saat ayam dan itik mengambil makanan, dan ia dengan cermat mengamati tingkah laku mereka. Ia yang kecil, aktif, tegas, keras kepala, tapi juga lembut. Betul2 kusukai. Sebab ini seperti menggambarkan aku juga dengan suasana seperti itu. Tambahan lagi latar tempat di sini adalah Semarang, yang mana Nh Dini menyebutkan dengan detail nama2 tempat dan juga lengkap dengan menu2 dagangannya, saya jadi semakin rindu dengan Semarang. Mengenangkan tempat2 dan suasana di mana kami keluar di malam hari mencari makan dengan teman2 praktikum waktu itu. Apalagi di kala hujan seperti ini. Hujan selalu membawa kenangan. Dan hari ini saya terkenang akan Semarang…:) Ah, pokoknya aku suka Nh Dini. Aku ingin sekali punya koleksi lengkap buku2 Nh Dini. Atau paling tidak aku ingin membaca semua buku2nya. Seperti Laura Ingals Wilder yang bercerita tentang kenangan masa kecilnya sebagai anak2, aku terpikat dengan keduanya. Mengisahkan kenangan mereka sebagai tokoh anak2 dengan cara pandang anak2 yang polos dan cerdas. Ada kesukaan, kehangatan, juga perjuangan dalam kisah mereka. Melukiskannya tidak hanya dalam sebuah cerpen atau satu buku, tetapi dalam bentuk berseri. Mungkin suatu hari, aku pun ingin melukiskan kisah kenanganku dengan bahasa yang manis seperti mereka 🙂 sebagai rasa ungkapan syukurku kepada sang Pemilik Kehidupan, yang dilimpahkan melalui keberadaan orang2 sekitar.

##**Minggu, 04 Januari 2015., pukul 11.45 wita**##
Aku ingin mengisinya kemarin. Tapi letih karena sibuk seharian ditambah ngantuk, aku langsung lelap dalam tidur. Aku terjaga di tengah malam ketika hujan mengguyur begitu deras atap seng rumah. Gelap semua dalam rumah. Aku ingin bergerak mengambil handphone dan melihat jam. Tapi dinginnya hawa mengurungkan niatku. Sudahlah…dan tak lama berpikir aku pun segera tak menyadari apa2 lagi hingga terang pagi menunjukan dirinya di antara celah-celah ventilasi. Paginya aku merasa cukup menyesal karena semalam tak sempat menuliskan apa kesanku seharian itu. Tapi bayang-bayang sukacita masih merambati sekujur hati dan kepalaku. Aku merasa bahagia. Kemarin dan hari ini di masa liburan natal dan tahun baru ini. Namun dalam keadaan seperti itu, aku tetap mengingat satu hal. Bahwa dalam keadaan bahagia, ingatlah juga kau akan hari2 duka. Sebab di dunia ini, tak mungkin kau akan merasa bahagia terus-menerus. Maka itu, tawa sukacita atau bahagiamu janganlah berlebihan. Begitu juga, nanti ketika suatu saat kau menemui hari malang, ketahuilah bahwa hari malang itupun dijadikan Tuhan untukmu. Dan ingatlah bahwa ‘dalam realitas dunia, sebagaimana tak ada pesta yg tidak akan berakhir’, maka di hari malang pun, kau mesti tahu bahwa ‘tak ada perkabungan yang tidak berujung’. Kutipan kata “tak ada pesta yg tidak berakhir, tak ada perkabungan yg tak berujung” ini kuperoleh dari tulisan seorang yakni Ayub Yahya di majalah sastra ‘Kebuncerita’. Namun sesungguhnya, sebelum aku membaca tulisan yg memuat kata-kata indah ini, beberapa hari sebelumnya, dalam masa2 menikmati liburan yang indah ini, aku merenungkan tentang arti kebahagiaan dan kesusahan. Pada saat tertentu orang akan mengalami sesuatu yg menyenangkan hatinya dan ia akan berkata, ‘ah, betapa beruntungnya aku. Aku merasa bahagia’. Tetapi tunggulah beberapa saat kemudian. Jangankan lama2 menunggu sampai satu hari lewat, bahkan bisa saja dalam hitungam jam, rasa bahagia itu mungkin telah sirna, berganti rasa kesal atau sebal atau sedih. Kenapa? Ya, karena tiba2 saja datang suatu masalah baru, atau mungkin ada kejadian yang tidak berkenan di hatinya. Maka itu, ketika aku menikmati liburan yang bagiku begitu indah karena betapa berharganya berkumpul bersama keluarga, dalam hati sungguh aku merasa bahagia. Tapi, aku tak ingin terlalu mengagung2kan perasaan bahagiaku lalu seperti mengikuti aksi2 dan gaya banyak orang sekarang dengan mempostingnya tulisan pendek ‘aku bahagia’ atau gambar2 di media sosial agar semua orang tahu aku sedang berbahagia-tak tahunya aku hanya merasakannya pada saat aku memposting, detik berikutnya sudah berbeda sebenarnya… 🙂 Hidup ini misteri. Ah, ini tentu bukan kata baru. Kau tak tahu bahwa sekarang kau tertawa, namun di detik berikutnya kau menangis tersedu-sedu. Aku ingat ketika masih kecil dulu, bahkan masih kuamati ini masih berlaku di zaman sekarang pada anak2 kecil. Ketika seorang anak kecil berkelakar dengan temannya hingga ia berguling2 dalam tawa berkepanjangan, para orang tua akan menegurnya agar segera mengurangi tawanya dan jangan berlebihan. ‘Jangan tertawa berlebihan begitu. Kalau tidak nanti sebentar kau bisa menangis,’ begitu para orang tua mengingatkan anak2nya. Kupikir sekarang, sebenarnya hal itu baik juga. Sebab mengingatkan anak2 sejak dini agar kalau menemui hari2 baik yang membutnya berbahagia, baiklah ia jangan sampai lupa diri. Dan perenungan ini mengantarku pada kesimpulan, bahwa di hari malang pun yang membuatmu berduka pun, baiklah jangan sampai kau berlarut2 dalam duka. Tapi aku sungguh tidak menemukan kata apa atau pepatah apa yang kira2 cocok untuk mendeskripsikan kesimpulanku ini selain ‘hidup itu seperti roda yang selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah’ sampai aku menemukan tulisan Ayub Yahya di majalah Kebuncerita ini. “…begitulah realitas dunia. Tak ada pesta yang tidak berakhir. Tak ada perkabungan yang tidak berujung”. Dengan demikian, hal bijak dan berhikmat yang perlu diambil untuk dilakukan adalah serahkanlah sepenuhnya hidupmu, segala pergumulanmu, apa yang ada dalam isi kepalamu dan hatimu kepada Tuhan. Dialah pencipta, perancang, penenun yang Maha Agung. Biarlah Ia yang membentuk hidupmu, menyertaimu dalam perjalananmu yang sementara di dunia yang ‘di sini.’ Ebenhaezer. Imanuel.

##**Jumat, 02 Januari 2015., pukul 00.53 wita**##
Hari pertama tahun 2015 baru saja lewat. Terima kasih Tuhan untuk hari yang luar biasa ini. Ok, ini saya baru saja melewatkan hari pertama tahun baru ini. Sekarang saya bersiap hendak tidur. Tapi sebelum tidur, saya mau update dulu untuk ‘Coretan Harian a nice’ ini. Tentunya update dengan Sang Pemilik Kehidupan sudah dong.. 🙂 😉 Ya, hari ini luar biasa memang. Saya bersyukur kepada Tuhan untuk kasih sayang dan kemurahanNya. Hari ini sejak pagi seusai kebaktian di gereja, rumah kami ramai dikunjungi sanak keluarga dan tetangga2. Tak ketinggalan juga kanak2 yg biasanya setiap tahun baru selalu berkeliling dari satu rumah ke rumah lain-mereka yg biasanya buat jadi ramai satu negeri. Ada langsung satu keluarga besar datang, dengan beberapa kenalan atau tetangganya. Kami beramai di rumah. Lalu akan datang yang lain. Sehingga rumah seperti ‘miny party’ di sini. Ya, rumah ini adalah rumah keluarga besar. Bahkan disebut pula sebagai rumah tempat orang mengembalikan marga, marga besar kami ‘Tnunay’-ada istilah untuknya tapi saya kurang tahu yang tepatnya, jadi takut salah tulis :). Lalu kemudian yang lain akan pulang, maka akan datang pula yang lain. Sehingga walau hujan turun sepanjang hari, tapi rumah ini tidak pernah sepi hingga larut menjelang. Sebagai tuan rumah, saya dan saudara2 tentu sibuk. Menyambut dan melayani. Tapi sungguh jauh dalam hati betapa say bersyukur kepada Tuhan untuk keluarga besar kami. Sekalipun setelah para tamu pulang, dan keadaan rumah penuh sisa2 ‘miny party’, dan siapa lagi kalau bukan kami anak2 yg harus membereskan, saya mngerjakannya dengan penuh sukacita. Dalam tugas ini saya memilih membersihkan dan merapikan rumah. Karena memang sejak pagi tepat seusai kebaktian di gereja, tanah negeriku ini langsung diguyur hujan tanpa henti sepanjang hari, sehingga lantai rumah tampak sangat kotor. Terhadap keadaan ini tentu sekali saya sangat2 memaklumi. Maka, sekalipun malam mendekati larut, dengan senyum mengembang tanda syukur dan sukacita saya mulai beraksi. Membersihkan dan merapikan barang2 mulai dari teras depan dan ruang depan hingga teras belakang. Masih dengan hati penuh syukur kepada Tuhan usai saya melakukan tugas saya. Terima kasih kepada Tuhan untuk setiap keluarga yang sudah datang mengunjungi kami di rumah. Tuhan memberkati kehidupan setiap rumah tangga mereka..Amin. 🙂

##**Kamis, 01 Januari 2015., pukul 00.15 wita**##
Dengan berdasarkan kasih Kristus dan bergantung pada kemurahan-Nya, aku meninggalkan tahun 2014 untuk membuka tirai tahun 2015. 🙂 Setiap tahun punya kesan tersendiri. Begitu juga tahun 2014. Tapi aku tak mau lagi menceritakannya sekarang di sini. Biarlah ia menjadi kenangan untukku sendiri, sebagai sesuatu yang amat berharga. Aku ingin mengarahkan mataku ke depan sekarang. Aku ingin melibatkan diriku pada kehidupan dunia sebagai manusia pemula*. Manusia pemula adalah manusia yang selalu memiliki alasan untuk takjub di hadapan hamparan peristiwa yang dianggap biasa-biasa saja oleh orang lain. Ket: *dikutip dari sebuah esai sastra dalam Jurnal Sastra Santarang berjudul ‘Sastra Fenomenologi: Sastra yang Merayakan Makna’ oleh Giovanni A.L Arum, calon Imam Keuskupan Agung Kupang. ###************************###

##*Minggu (25/5^14)., pukul 17.30 wita **##
“Ada yang datang, ada yang pergi”. Kalimat ini muncul di kepala dan langsung kutuliskan di memo hp tepat ketika sedang nendengar khotbah di gereja sore di GMIT Silo Naikoten I Kupang tentang kedatangan Roh Kodus. Saat aku duduk bertiga dengan ci Nov dan ci Olin. Dan kubayangkan sebentar lagi mereka akan kembali ke tanah Jawa. 😦

Sabtu (24/5^14)

“AKU HARUS KEMBALI HIDUP”. Kuserukam ini sebab sekarang baru kusadari, telah sekian lama aku tertidur dan mati.

Telah sekian lama aku turut terbuai dengan hembusan añngin sepoi yang membuat nyaman. Lelap tertidur dan tak menyadari kericuhan yang terjadi di sekitar.

Sesuatu, entah apa itu dan dari mana datangnya, tiba-tiba menghampiriku. Dengan kaget aku  tersentak bangun. “Oh…sudah bikin apa saja aku selama ini…??” Celingukan. Dan ah, sekitaranku sudah berubah. Orang-orang pun telah beranjak pergi. Tinggalah aku seorang diri dengan pakaian lama yang masih melekat di badan.

Menyesal. Ya, ada. Sedikit. Bumi tak bisa kau suruh berhenti berputar menunggumu. Atau maunya kau putar waktu balik ke awal sebelum kau terlanjur jatuh dan tertidur lama sekali itu.

Maka, bangunlah sekarang. Bersyukurlah…sebab setidaknya kau masih bisa bangun dan sudah menyadari bahwa kau telah lama tertidur. Usahakanlah kini dirimu kembali hidup. Dan produktiflah kembali. Menulis. ###

(Tulisan hari lain menunggu) 🙂